Dermatitis Kontak Iritan | Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah efek sitotoksik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Verayati, 2011)
1. Epidemiologi.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan penderita dengan gejala ringan dan tanpa keluhan tidak datang berobat (Djuanda, 2006). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 10-20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkirakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk (Sumantri, 2010). Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.
2. Etiologi
Sekitar 80-90% kasus dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh paparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali pemaparan ataupun pemaparan berulang (keefner, 2004). Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI akut dan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperti asam kuat, basa kuat, garam, logam berat, aldehid, bahan pelarut, senyawa aromatic, dan polisiklik. Sedangkan, DKI yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut DKI kronis, dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000). Iritan yang sering menimbulkan DKI:
Sekitar 80-90% kasus dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh paparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali pemaparan ataupun pemaparan berulang (keefner, 2004). Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI akut dan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperti asam kuat, basa kuat, garam, logam berat, aldehid, bahan pelarut, senyawa aromatic, dan polisiklik. Sedangkan, DKI yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut DKI kronis, dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000). Iritan yang sering menimbulkan DKI:
- Asam kuat (hidroklorida, Hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat).
- Basa kuat (kalsium Hidroksida, Natrium hidroksida, Kalium Hidroksida).
- Detergen.
- Resin epoksi.
- Etilen oksida.
- Fiberglass.
- Minyak (lubrikan).
- Pelarut-pelarut organic.
- Agen oksidator.
- Plasticizer.
- Serpihan kayu.
3. Patogenesis.
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001). Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah - merah itu. Reaksi inflamasi bermacam-macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper atau hipopigmentasi dan penebalan.(Verayati, 2011).
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001). Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah - merah itu. Reaksi inflamasi bermacam-macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper atau hipopigmentasi dan penebalan.(Verayati, 2011).
4. Gejala Klinis
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik :
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik :
- Dermatitis kontak iritan akut. Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan bahan kimia asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia, atau kontak fisik. Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut merupakan akibat kecelakaan kerja. Kelainan kulit yang timbul dapat berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai eksudasi, pembentukan bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat.Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat peradangan. Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin dan pembengkakan sel. Manifestasi klinik tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya kontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau coklat, terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula dan berbentuk pula yang purulent dengan kulit disekitarnya normal.
- Dermatitis kontak iritan kronik. DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2007).Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda, 2007).
5. Stadium Dermatitis Kontak Iritan.
Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua stadium, diantaranya:
Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua stadium, diantaranya:
1. Stadium 1
Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan sendirinya.
2. Stadium 2
Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak, terasa panas dan mudah terangsang kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan perubahan flora bakteri.
Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi merah dan bengkak, terasa panas dan mudah terangsang kadang-kadang timbul papula, vesikula, krusta. Bila kronik timbul likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan perubahan flora bakteri.
6. Pencegahan Dan Pengobatan.
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat terus menerus suatu alat), fisik (lingkungan yang lembab, panas, dingin, asap, sinar matahari dan ultraviolet) atau kimiawi (alkali, sabun, pelarut organic, detergen, pemutih, dan asam kuat, basa kuat). Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperaiki kulit yang kering (Djuanda, 2007).Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda, 2007; Kampf, 2007). Pencegahan bahan iritan seharusnya menjadi diagnose primer dan edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison dan lotion kalamin membantu untuk mengeringkan rasa gatal. Penggunaan topical anestesi local tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan kontak dermatitis yang lebih luas (Keefner, 2004)
ARTIKEL TERKAIT:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentar Dengan Bijak Membawa Kebahagiaan