Pada suatu individu dan individu lainya pasti terdapat perbedaan dalam proses pertumbuhanya. Dan juga pada tinggi badan antara individu yang satu dengan yang lain pasti berbeda. Tinggi badan dan proses pertumbuhan menurut Supariasa (2002) hal tersebut berdasarkan dua faktor, yaitu:
A. Faktor Internal1) Genetik
Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Diasumsikan bahwa selain aktivitas nyata dari lingkungan yang menentukan pertumbuhan, kemiripan ini mencerminkan pengaruh gen yang dikontribusi oleh orang tuanya kepada keturunanannya secara biologis. Gen tidak secara langsung menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi ekspresi gen yang diwariskan kedalam pola pertumbuhan dijembatani oleh beberapa sistem biologis yang berjalan dalam suatu lingkungan yang tepat untuk bertumbuh. Misalnya gen dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon seperti hormon pertumbuhan dari glandula endokrin dan menstimulasi pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status kematangannya (matur state) (Supariasa, 2002). Selama masa anak-anak, hormon yang paling penting dalam pertumbuhan adalah Insulinlike Growth Factors (IGFs), yang diproduksi oleh liver dan jaringan tulang. Insulinlike Growth Factors menstimulasi osteoblas, mendorong pembelahan sel pada piringan epifiseal dan periosteum, juga meningkatkan sintesis protein yang dibutuhkan untuk memproduksi tulang baru. Hormon ini diproduksi sebagai respon dari sekresi human Growth Hormone (hGH) pada lobus anterior kelenjar pituitari. Hormon tiroid juga mendorong pertumbuhan tulang dengan merangsang stimulasi osteoblas. Hormon insulin juga membantu pertumbuhan tulang dengan cara meningkatkan sintesis protein tulang. Ketika mencapai masa puber, sekresi hormon yang dikenal dengan seks hormon akan mempengaruhi pertumbuhan tulang secara drastis, yaitu hormon testosteron dan hormon estrogen. Kedua hormon tersebut berfungsi ungtuk meningkatkan aktivitas osteoblas dan mensintesis matriks ekstraselular tulang. Pada usia dewasa seks hormon berkontribusi dalam remodeling tulang dengan memperlambat penyerapan tulang lama dan mempercepat deposit tulang baru (Tortora dan Derrickson, 2011).
2. Jenis Kelamin
Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat. Pria mempunyai lemak subkutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak subkutan. Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar (Snell, 2012).
B. Faktor External
1. Lingkungan
Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil, yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan bayi yang akan dilahirkan menjadi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan. Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, seperti ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi dan kronis, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Supariasa, 2002).
1. Lingkungan
Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil, yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan bayi yang akan dilahirkan menjadi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan. Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir antara lain lingkungan biologis, seperti ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi dan kronis, adanya gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis, psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat turut berpengaruh (Supariasa, 2002).
2. Gizi
Gizi yang buruk pada anak-anak dapat menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh. Sedangkan gizi yang baik akan mencukupi kebutuhan tubuh dalam rangka pertumbuhan (Supariasa, 2002). Beberapa zat gizi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan remodeling tulang adalah mineral dan vitamin. Sejumlah besar kalsium dan fosfat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tulang, dan sejumlah kecil magnesium, fluoride dan mangan. Vitamin A menstimulasi aktivitas osteoblas. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen, protein utama dari tulang. Vitamin D membantu pertumbuhan tulang dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium dari makanan pada sistem gastrointestinal ke dalam darah. Vitamin K dan B12 juga dibutuhkan untuk sintesis protein tulang (Tortora dan Derrickson, 2011).
Baca juga ; Anatomi Dan Fisiologi Tulang
3. Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi hormon pertumbuhan seperti growth hormon atau hormon tiroid. Penggunaan obat dengan dosis yang salah dapat menyebabkan terganggunya hormon tersebut dan dapat mempercepat berhentinya pertumbuhan. Pemakaian beberapa jenis obat juga dapat mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara lain kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu dapat meningkatkan resiko terkena osteoporosis. Obat tersebut tampaknya meningkatkan kehilangan tulang dan menurunkan laju pembentukan tulang. Obat tersebut antara lain kortison. Tetapi efek ini hanya terjadi jika obat tersebut digunakan dalam dosis tinggi, atau diberikan selama 3 bulan atau lebih. Penggunaan obat ini selama beberapa hari, atau beberapa minggu, biasanya tidak meningkatkan resiko timbulnya osteoporosis. Pengobatan tiroid juga berperan terhadap timbulnya osteoporosis (Supariasa, 2002).
3. Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi hormon pertumbuhan seperti growth hormon atau hormon tiroid. Penggunaan obat dengan dosis yang salah dapat menyebabkan terganggunya hormon tersebut dan dapat mempercepat berhentinya pertumbuhan. Pemakaian beberapa jenis obat juga dapat mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara lain kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin). Beberapa obat tertentu dapat meningkatkan resiko terkena osteoporosis. Obat tersebut tampaknya meningkatkan kehilangan tulang dan menurunkan laju pembentukan tulang. Obat tersebut antara lain kortison. Tetapi efek ini hanya terjadi jika obat tersebut digunakan dalam dosis tinggi, atau diberikan selama 3 bulan atau lebih. Penggunaan obat ini selama beberapa hari, atau beberapa minggu, biasanya tidak meningkatkan resiko timbulnya osteoporosis. Pengobatan tiroid juga berperan terhadap timbulnya osteoporosis (Supariasa, 2002).
4. Penyakit
Beberapa penyakit dapat menyebabkan atrofi pada bagian tubuh, sehigga terjadi penyusutan tinggi badan. Beberapa penyakit tersebut adalah:
- Kelainan akibat gangguan sekresi hormon pertumbuhan dapat menyebabkan gigantisme, kretinisme dan dwarfisme. Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Apabila terjadi setelah dewasa, pertumbuhan tinggi badan sudah terhenti maka akan menyebabkan akromegali yaitu penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. Kretinisme memiliki sumber penyebab yang sama dengan gigantisme, yaitu GH. Pada kretinisme terjadi kekurangan sekresi dari GH. Dwarfisme merupakan suatu sindrom klinis yang diakibatkan oleh insufisiensi hipofisis yang pada umumnya memengaruhi semua hormon yang secara normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior (Schteingart, 2012).
- Kelainan pada sikap tubuh dapat berupa skoliosis, kifosis dan lordosis. Yang dimaksud dengan skoliosis adalah kelainan pada tulang belakang tubuh sehingga tubuh ikut melengkung kesamping. Kifosis adalah kelainan pada tulang belakang tubuh yang melengkung ke belakang, sehingga tubuh menjadi bungkuk. Adapun yang dimaksud dengan lordosis adalah merupakan kelainan pada tulang belakang bagian perut melengkung ke depan sehingga bagian perut maju (Fauci et al., 2008).
- Pada lanjut usia biasanya menderita osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I lebih disebabkan karena menopause sehingga perbandingan laki-laki dan perempuannya adalah 1:6 dengan usia kejadian 50-75 tahun. Pada osteoporosis tipe II yang disebut juga sebagai osteoporosis senilis, disebabkan karena gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sehingga menyebabkan timbulnya osteoporosis. Angka kejadian laki-laki dibanding perempuan adalah 1:2 dengan usia diatas 70 tahun (Setiyohadi, 2007).
ARTIKEL TERKAIT:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentar Dengan Bijak Membawa Kebahagiaan